Minggu, 30 Januari 2011

asuhan keperawatan hernia

| Minggu, 30 Januari 2011 | 0 comments

A. DEFINISI
• Hernia adalah suatu benjolan/penonjolan isi perut dari rongga normal melalui lubang kongenital atau didapat(1)
• Hernia adalah penonjolan usus melalui lubang abdomen atau lemahnya area dinding abdomen (3).
• Hernia Is the abnormal protrusion of an organ, tissue, of part of an organ through the structure that normally cotains it (1).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan dari isi perut dalam rongga normal melalui lubang yang kongenital ataupun didapat
Jenis hernia
 Diberikan nama menurut letaknya,misal diafragma, inguinal, femoralis, umbilikais, scrotalis
 Hernia terdiri dari cincin,kantog dan isi hernia
Berdasarkan sifatnya dibedakan:
 Hernia reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk,usus keluar bila berdiri atau mengejan dan dapat masuk kembali.
 Hernia irreponibel
Bila isi hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga abdomen
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia disebut HERNIA INCARSERATA.
Klasifikasi Hernia Berdasarkan Arah Herniasi
• Hernia Eksterna(Penonjolannya dapat dilihat dari luar):
a. Hernia Inguinalis Medialis dan Lateralis
b. Hernia Femoralis
c. Hernia Umbilicus
d. Hernia Epigastrica
e. Hernia Lumbalis
f. Hernia Obturatoria
g. Hernia Semilunaris
h. Hernia Perinealis
i. Hernia Ischiadica
• Hernia Interna
Bila isi hernia masuk ke dalam rongga lain, misalnya cavum thorax, cavum abdomen :
a. Hernia Epiploici Winslowi : Herniasi viscera abdomen melalui foramen omentale
b. Hernia Bursa Omentalis
c. Hernia Mesenterica
d. Hernia Retroperitonealis
e. Hernia Diafragmatic


B. ANATOMI FISIOLOGI

Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung.
Fungsi usus besar :usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi makanan.Bila isi usus halus mencapai sekum maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan isinya cair.

C. ETIOLOGI
a) Kongenital
Prosesus vaginalis yang tetap terbuka pada HIL
b) Peningkatan tekanan intra abdomen
Batuk kronis,menangis,mengejan

Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut

D. GEJALA KLINIS
1. Menangis terus
2. Muntah
3. Distensi abdomen
4. Feces berdarah
5. Nyeri bila sudah ditemukan komplikasi
6. Benjolan yang hilang timbul di paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring
7. Gelisah, kadang-kadang perut kembung
8. Konstipasi
9. Tidak ada flatus
E. PATOFISIOLOGI
Pemijatan ke arah atas dapat menyebabkan isi benjolan tersebut pecah atau membengkak, sehingga menyebabkan keadaan berbahaya. Hernia dilipat paha pada umumnya memerlukan tindakan operasi. Biasanya luka operasi akan sembuh dalam beberapa hari saja.
Infeksi akibat hernia menjadikan penderita merasakan nyeri yang hebat dan infasi tersebut akhirnya menjalar dan meracuni seluruh tubuh. Jika sudah terjadi keadaan seperti itu, maka harus sangat ditangani dan dokter karena dapat mengancam nyawa penderita.
Hernia dapat berbahaya bila sudah terjadi jepitan isi hernia atau cincin hernia. Pembuluh darah di daerah tersebut lama kelamaan akan mati dan akan terjadi penimbunan racun. Jika dibiarkan terus, maka racun tersebut akan menyebar ke seluruh darah perut sehingga dapat menyebabkan terjadi infeksi di dalam tubuh.

G. PENATALAKSANAAN
Pencegahan
Kelainan kongenital yang menyebabkan hernia memang tidak dapat dicegah, namun langkah-langkah berikut ini dapat mengurangi tekanan pada otot-otot dan jaringan abdomen:
• Menjaga berat badan ideal. Jika anda merasa kelebihan berat badan, konsultasikan dengan dokter mengenai program latihan dan diet yang sesuai
• Konsumsi makanan berserat tinggi. Buah-buahan segar, sayur-sayuran dan gandum baik untuk kesehatan. Makanan-makanan tersebut kaya akan serat yang dapat mencegah konstipasi.
• Mengangkat benda berat dengan hati-hati atau menghindari dari mengangkat benda berat. Jika harus mengangkat benda berat, biasakan untuk selalu menekuk lutut dan jangan membungkuk dengan bertumpu pada pinggang.
• Berhenti merokok. Selain meningkatkan resiko terhadap penyakit-penyakit serius seperti kanker dan penyakit jantung, merokok seringkali menyebabkan batuk kronik yang dapat menyebabkan hernia inguinalis.
Pengobatan
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.

a. . Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
b. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek


II. KONSEP DASAR ASKEP
A. PENGKAJIAN
• Aktivitas/istirahat
• Gejala :
-Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama
- membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur
- Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
- Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
• Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan
• Eliminasi
• Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine
Integritas Ego
• Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga
• Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
Neurosensori
• Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
• Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia.
• Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Kenyamanan
• Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.
• Post Operasi
Status Pernapasan
- Frekuensi, irama dan ke dalaman
- Bunyi napas
- Efektifitas upaya batuk
Status Nutrisi
- Status bising usus, mual, muntah
Status Eliminasi
- Distensi abdomen pola BAK/BAB
Kenyamanan
- Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus
Kondisi Luka
- Keadaan/kebersihan balutan
- Tanda-tanda peradangan
- drainage
Aktifitas
- Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas

2. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih
dan ketidak seimbangan elektrolit.

B. DIAKNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan
5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
7. Intelorensi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan :Setelah diberikan askep selama…..x24 jm diharapkan nyeri dapat berkurang.
KH :
• Pasien mengatakan nyeri berkurang
• Pasien tampak rilex
• Skala nyeri 3
• Nadi:80-100 x/mnt
Intervensi dan Rasional
1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan faktor pemberat/penghilang
R/ Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
2. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai.
R/ Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi
3. Pantau tanda-tanda vital
R/ Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut
4. Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi mengeringnya tepi luka.
R/ Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi
5. Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernapas, lingkungan tenang.
R/ Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
6. Berikan analgesik sesuai terapi
R/ Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik

Dx 2 Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
Tujuan :Setelah diberikan askep selama….x24 jam diharapkan volume cairan bisa terpenuhi

KH :
• Cairan terpenuhi
• Px membaik
• Ekspresi wajah rileks
• TTv normal
Intervensi dan Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan
R/ Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik
2. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa.
R/ Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi
3. . Perhatikan adanya edema
R/ . Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein
4. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine
R/ Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
5. Pantau suhu
R/ Demam rendah umum terjadi selama 24 – 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan
6. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan.
R/ . Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit
7. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.
R/ Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.

Dx 3 Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
Tujuan :Setelah diberikan askep selama….x24 jamdiharapkan tidak adanya infeksi

KH :
• Tidak adanya infeksi
• TTV kembali normal
• Px membaik
• Ekspresi wajah rileks
Intervensi dan Rasional
1. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu
R/ Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
2. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
R/ Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
3. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen
R/ Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan
4. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering
R/ . Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
R/ Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Melakukan pendekatan pada px dan keluarga
2. Mengkaji factor yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan
3. Memberi penjelasan pada px dan keluarga tentang pentingnya kebutuhan nutrisi bagi tubuh
4. Berkolaborasi dengan tim medis

E. EVALUSI KEPERAWATAN
S = Keluhan px yang dirasakan saat itu
O = Keadaan umum yang ada saat itu
A=
• Masalah sudah teratasi jika KH sudah teratasi
• Masalah belum teratasi jika KH belum teratasi
• Masalah teratasi sebagian jika KH teratasi sebagian
P =
• Itervensi dilanjutkan jika masalah belum teratasi
• Intervensi dilajutkan jika masalah teratasi sebagian
• Intervensi dihentikan jika masalah teratasis

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Ada banyak macam dan jenis hernia,tetapi yang sebenarnya pemberian nama pada setiap hernia dibuat menurut letaknya.Hernia yang belum parah dan benjolannya masih bisa dimasukkan kembali,tetapi hernia yang sudah parah dan terjepit oleh cincin hernia maka benjolannya tidak bisa dimasukkan kembali dan disebut dengan hernia INCARSERATA.

SARAN
Berbagai macam penyakit yang sering kali muncul tanpa kita sadari,oleh karena itu segeralahperiksa ke dokter apabila ada benjolan,karena kemungkinan itu adalah hernia.

DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran UI.2000.Kapita Selekta Kedok edisi 2.Jakarta Media Aesculapius

Readmore..

Minggu, 23 Januari 2011

hemodialisa

| Minggu, 23 Januari 2011 | 0 comments

H E M O D I A L I S

Dialisis adalah : Difusi partikel larut dari suatu kompartmen darah melewati membran semiperniabel.
Pada hemodialisa darah adalah salah satu kompartmennnya dan dialisat adala bagian yang lain.
Prinsip HD : Menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat (pencuci)
yang di pisahkan satu membran (selaput) semipermiabel.
Membran ini dapat di lalui oleh air dan sat tertentu (zat sampah). Proses ini disebut DIALIZIZ, yaitu berpindahnya air atau zat bahan melalui membran semipermiabel.
Proses difsui : Berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah,
makin banyak ayang berpindah ke dialisit.
Proses Ultrafiltrasi : Berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat.
Proses Osmosis : Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah.

I. KOMPONEN DAN CARA KERJA HEMODIALISA
A. MENYIAPKAN DAN MEMULAI HD
A. Menyiapkan Mesin HD
1. Mesin Hemodialisa
 Listrik
 Air yang diolah / dimurnikan dengan cara :
 filtrasi
 softening
 deionisai
 reverense osmosis
 Saluran pembuangan cairan (drainage)
- rinse
- desinfeksi & pemanasan
- dialyse.
2. Sirkulat Dialisat
Pencampuran Dialisat :
Yaitu dialisat pekat (concetrate) dan air yang sudah di olah dengan perbandingan 1 : 34.
- Batch system : Dialisis sudah di campur lebih dahulu sebelum HD dimulai.
- Propotionong system :
- Asetat
- Bikarbonat .
Yaitu dialysat yang pekat dan air yang sudah di olah, di campur secara otomatis konstan selama HD oleh pompa proportioning dengan perbandingan campuran :
Dialisat pekat : Air = 1 : 34.
Campuran ini di pompakan sekali saja kompartemen dialisit, kemudian di buang.
• Komposisi dialisat
- Natrium = 135 – 145 meg / 1
- Kalium = 0 – 4,0 meg / 1
- Calsium = 2,5 – 3,5 meg / 1
- Magnesium = 0,5 – 2,0 meg / 1
- Khlorida = 98 – 112 meg / 1
- Asetat atau bikarbonat = 33 – 25 meg / 1.
- Dextrose = 2500 mg / 1
Catatan : dialisat tanpa kalium (potassium Free) = kalium = 0.

3. Sirkulasi
1. Dialiser ( ginjal buatan)
• Kapiler (Hollow Fiber)
• Paralel Plate
• Coil.
Sediaan dialiser :
-. Pemakaian baru atau pertaa.
-. Basah
-. Kering
2. Selang darah : Artei dan vena (AVBL)
Priming
Pengisian pertama sirkulasi Ekstrakorporeal
Tujuan :
1. Mengisi = Filing
2. Membilas = Rinsing
3. Membashi atau melembabkan = Soaking
Perlengkapan :
1. Dialiser ( ginjal buatan)
2. AVBL
3. Set Infus
4. NaCl (cairan fisiologis) 500 cc ( 2-3 Kolf)
5. Spuit 1 cc
6. Heparin injeksi ( + 2000 Unit)
7. Klem
8. Penapung cairan ( Wadah)
9. Kapas Alkohol
Prosedur :
1. Keluarkan alat dari pembungkusnya ( Dialiser, AVBL, slang infus, Nacl )
2. Tempatkan dialiser pada tempatnya (Holder) dengan posisi inlet diatas (merah) dan outlet dibawah (Biru)
3. Hubungkan slang dialisat ke dialiser :
 Inlet dari bawah (to Kidney)
 Uotlet dari atas (from kidney)
 Kecepatan dialisat (QD) + 500 cc/menit)
 Berikan tekanan negatif + 100 mmHg
 Biarkan proses ini berlangsung 10 menit. (soaking)
4. PROSEDUR
1. Keluarkan peralatan dari pembungkusnya (dialiser,AVHL,selang infus, Naci)
2. Tempatkan dialiser pada tempatnya (Holder) dengan posisi inlet di atas (merah) outlet di bawah (biru).
3. Hubungkan selang dialisat ke dialiser
• Inlet dari bawah (to kidney)
• Outlet dari atas (from kidney)
• Kecepatan dialiasat (qd) = 500cc / menit
• Berikan tekanan negativ (negative pressure) + 100 mmhg.
• Biarkan proses ini berlangsung selama 10 menit (soaking)
4. Pasang ABL, tempatkan segmen pumb pada pompa darah (blood pump) dengan baik.
5. Pasang VBL dan bubble trap (perangkap udara) dengan posisi tegak (vertical).
6. dengan teknik aseptic, buka penutup ( pelindung yang terdapat di ujung ABL dan tempatkan pada dialiser) (inlet) . Demikian juga dengan VBL.
7. Hubungkan selang monitor tekanan arteri (arterial Pressure) dan selang monitor tekanan vena (venous pressure).
8. Setiap 1000 cc NaCL, masukan 2000  Heparin kedalam kolf (2000/11).
Cairan ini gunasny untuk membilas dan mengisi sirkulasi ekstrakorporeal.
Siapkan NaCL 1 kolf lagi (500 cc) untuk di gunakan selama HD bilamana di perlukan, dan sebagai pembilas pada waktu pengakiran HD.
9. Hubungkan NaCL melalui set infus ke ABL, yakinkan bahwa set infus bebas dari udara dengan cara mengisinya terlebih dahulu.
10. Tempatkan ujung VBL ke dalam penampung. Hindarkan kontaminasi dengan penampung dan jangan sampai terendam cairan yang keluar.
11. Putar dialiser dan peralatannya sehingga inlet di bawah,outlet di atas (posisi terbalik)
12. Buka semua klem termasuk klem infus.
13. Lkukan pengisian dan pembilasan sirkulasi ekstrakorporeal dengan cara :
• Jalankan pompa darah dengan kecepatan (qb) + 100cc/Mnt
• Perangkap udara (bubble tra[) di isi ¾ bagian
• Untuk mengeluarkan udara lakukan tekanan secara intermiten dengan menggunakan klem pada VBL (tekanan tidak boleh lebih dari 200 mmHg).
14. Teruskan priming sampai NaCL habis 1 liter dan sirkulasi bebas dari udara yang sudah kolf yang baru (500 cc).
15. Ganti kolf NaCL yang sudah kosong dengan kolf yang baru (500cc).
16. Matikan pompa darah, klem kedua ujung AVBL, kemudian hubungkan kedua ujung dengan konektor,semua klemdi buka.
17. Lakukan sirkulasi selama 5 menit dengan qb + 200 cc / mnt
18. Matikan pompa darah, kembalikan dialiser ke posisi semula.
19. Periksa fungsi peralatan yang lain sebelum HD di mulai, seperti misalnya:
 Temperatur dialisat
 Konduktifitas
 Aliran (flow)
 Monitor tekanan
 Detector udara dan kebocoran darah.
5. MEMULAI HD
 Persiapan pasien
- Timbang berat bada pasien (bila memungkinkan)
- Tidur terlentang dan berikan posisi yang nyaman.
- Ukur tekanan darah atau, nadi, suhu, pernafasan.
- Observasi kesadaran dan keluhan pasien dan berikan perawatan mental.
- Terangkan secara gratis besar prosedur yang akan di lakukan.
1. Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi
• Perlengkapan
1. Jarum punksi :
- jarum metal (AV. Fistula G.16,15,14) 1 – 1 ¼ inch.
- Jarum dengan katheter (IV Catheter G.16,15,14) 1 – 1 ¼ inchi.
2. NaCL (untuk pengenceran)
3. Heparin injeksi
4. Anestesi local (lidocain, procain)
5. Spuit 1 cc,5 cc, 20 cc, 30 cc.
6. Kassa
7. Desinfektan (alcohol bethadin)
8. Klem arteri (mosquito) 2 buah.
9. Klem desimfektam
10. Bak kecil + mangkuk kecil
11. Duk (biasa,split, bolong)
12. Sarung tangan
13. Plester
14. pengalas karet atau plastik
15. Wadah pengukur cairan
16. botol pemeriksa darah
• Persiapan
1. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shut atau katheter di pasang dan di buka balutan.
2. Alas dengan pengalas karet / plastik.
3. Atur posisi
4. Kumpulkan peralatan dan dekatkan ke pasien
5. Siapkan heparin injeksi
PROSEDUR
• Punksi Fistula (Cimino)
1. Pakai sarung tangan
2. Desinfeksi daerah daerah yang akan di punksi dengan bethadin dan alcohol
3. Letakan duk sebagai pengalas dan penutup
4. Punksi outlet (vena), yaitu jalan masuknya darah ke dalam tubuh K/P lakukan anesteshi local
5. Ambil darah untuk pemeriksaan lab (bila diperlukan)
6. Bolus heparin injeksi yang sudah diencerkan dengan NaCL (dosis awal)
7. Fiksasi dan tempat punksi di tutup kasa.
• Shunt (Scribner)
1. Desinfeksi kanula, konektor dan daerah dimana shunt terpasang.
2. Letakan duk sebagai pengalas dan penutup
3. Klem kedua kanula (arteri dan vena),sebelumnya di alas dengan kassa
4. Lepaskan /buka konektor
5. Cek kedua kanula apakan alirannya lancar
6. Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium (bila di perlukan).
7. Bolus Heparin injeksi yang sudah di encerkan dengan NaCL (dosis awal).
8. Fiksasi dan tutup daeah exit site.
9. Konektor di bersihkan dengan NaCL dan di simpan dalam bak.
• Punksi femoral
1. Desinfeksi daerah lipatan paha dan daerah outle akan di puksi.
2. Letakan duk sebagai pengalas dan penutup.
3. Punksi outlet (vena) yaitu jalan masuknya darah ke dalam tubuh, k/p lakukan anesteshi local.
4. Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium (bila di perlukan)
5. Bolus heparin injeksi yang sudah di encerkan dengan NaCL (dosis awal).
6. Fiksasi dan tempat punksi di tutup dengan kassa
7. Punksi inlet (vena femoralis), yaitu tempat jalan kelurnya darah dari tubuh, dengan cara lakukan anesteshi infiltrasi sambil mencari vena femoralis.
8. Vena femoralis di punksi secara perkutaneous dengan jarum punksi (AV Fistula).
9. Fiksasi.
2. Mengalirkan darah kedalam sirkulasi ekstrakorporeal
• Hubungkan ABL dengan inlet (Punksi Inlet atau canula arteri). Ujung ABL disuci hamakan terlebih dahulu.
• Tempat ujung VBL didalam wadah pengukur. Perhatikan jangan sampai terkontaminasi.
• Buka klem AVBL, canula arteri, klem slang infus ditutup, klem canula vena tetap tertutup.
• Darah dialirkan kedalam sirkulasi dengan menggunakan pompa darah (QB + 100 cc / menit) dan cairan priming terdorong keluar.
• Cairan priming ditampung diwadah pengukur.
• Biarkan darah memasuki sirkulasi sampai cairan buble trap VBL berwarna merah mudah.
• Pompa darah dimatikan, VBL di klem.
• Ujung VBL disuci hamakan, kemudian dihubungkan dengan canula vena (perhatikan : Harus bebas udara) . Klem VBL dan canula vena dibuka.
• Pompa darah dihidupkan kembali dengan QB + 150 cc/menit .
• Fiksasi canula arteri dan vena, AVBL tidak mengganggu pergeraan.
• Hisupkan pompa heparin ( dosis maintenance.)
• Buka klem Slang monitor tekanan (AVP)
• Hidupkan detector udara, kebocoran (Air dan Blood Leak detector)
• Ukur tekanan darah, Nadi dan pernapasan.
• Observasi Kesadaran dan keluhan pasien
• Cek mesin dan sirkulasi dialisa.
• Programkan HD.
• Lakukan pencatatan (Isi formulir HD)
• Rapikan peralatan.

MASALAH / KOMPLIKASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PASIEN DAN MASALAH / KOMPLIKASI MEKANIS SELAMA HEMODIALISIS DAN PENATALAKSANAANNYA

1. Masalah / Komplikasi yang berhubungan dengan pasien
a. Gangguan keseimbangan cairan.
(1) Hypervolemia (Fluid over load)
Tanda dan Gejala :
• Berat badan naik secara berlebihan
• Sesak napas atau napas pendek, kadang – kadang batuk berdarah.
• Oedema.
• Hipertensi
• Vena leher membesar / melebar (melembung)
• Ronchi paru – paru.
Penatalaksanaan :
• Ultrafiltrasi Sequential (SU)
• Berat badan diturunkan dengan menggunakan UF tinggi (TMP tinggi, pilih dialiser dengan kuff tinggi)
• Sesak berikan Oksigen.
• Membatasi cairan yang masuk (Intake) melalui IV maupun oral (cairan priming jangan dimasukan wash out jangan dimasukan, dorong pakai udara.)
• Observasi penurunan berat badan supaya mencapai DW ( Kalau perlu timbang berat badan di tengah HD)
(2) Hypovolemia (Fluid Depresention)
Tanda dan Gejala :
• Berat badan menurun secara berlebihan.
• Oedema, kadang – kadang mata cekung.
• Hipotensi
• Turgor (Elastisitas) menurun
• Lemas kadang kadang gemetar.
• Vena leher rata
• Mulut dan lidah kering , kadang – kadang suara serak atau parau.
Penatalaksanaan
• HD tanpa penurunan berat badan / tanpa UF
• TMP = 0., pilih dialiser dengan Kuff rendah.
• Membatasi cairan yang keluar (Cairan priming tidak perlu dikeluarkan)
• Menambah cairan yang masuk melalui IV dan peroral.
• Observasi berat badan (timbang BB ditengah HD)

b. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
(1) Hiperkalemia
Tanda dan gejala :
• Kadar Kalium darah tinggi
• Perubahan Gambaran EKG
• Gelisah
• Lemas
• Kadang – kadang sesak
• Denyut jantung cepat
Penatalaksanaan :
• HD tanpa kalium
• Monitor EKG (gelombang T tinggi)
• Membatasi intake kalium.
• Periksa kalium darah pre, on dan post Hemodialisa
• Penyuluhan kesehatan tentang diit.
• Tindakkan darurat atau emergency.
• Pemberian infus atau drip 10 Unit Ringer Insulin. ( 1 ampul Bicnat, 205 Dextrose)
(2) Hipokalemia
Tanda dan gejala :
• Tekanan darah turun mendadak
• Lemas, berkeringat, pandangan berkunang – kunang (Gelap).
• Kadang – kadang mual atau muntah, sesak.
Penatalaksanaan :
• Posisi tidur horizontal atau rata tanpa bantal.
• QB dan TMP diturunkan
• Berikan oksigen bila sesak.
• Hati – hati dalam pemberian cairan secara intravena.
• Memberikan pengobatan untuk menaikan Tekanan darah (Vasopresor)
(C) Hipertensi Akut
Tanda dan Gejala :
• Tekanan darah naik mendadak
• Kadang – kadang menegeluh sakit kepala
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diiturunkan
• Observasi tekanan darah dan nadi.
• Berikan obat untuk penurunan tekanan darah.
(d) Kedinginan / Menggigil / Demam
Tanda dan Gejala :
• Mengeluh kedinginan
• Suhu tubuh naik ( kadang – kadang)
• Lemas, kadang – kadang muntah, berkeringat.
Penatalaksanaan :
• Memasang selimut tebal
• Berikan buli – buli panas ( Hati – hati)
• Suhu diukur, kalau perlu dikompres.
• Memberikan obat – obatan (anti histamin, Antipiretik)
• Bila mengigilnya hebat. Beri obat penenang, Darah diperiksa dan diukur
(e) Mual dan Muntah
Tanda dan gejala :
• Mengeluh mual
• Nyeri daerah uluhati
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diturunkan.
• Memberikan obat anti mual dan muntah .
• Kalau perlu beri cairan
(f) Sakit kepala :
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diiturunkan.
• Memberikan obat analgesik dan sedativa.
(g) Nyeri dada (angina)
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diturunkan
• Berikan Oksigen
• Berikan ISN
(h) Kramp otot
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diturunkan
• Diatasi secara manual, bila memungkinkan pasien berdiri atau m,enginjakkan telapak kaki.
• Memberikan kalsium Glukonat Injeksi.
• Pijat
(i) Anemia
Penatalaksaan :
• Memeriksa Hb dan Ht
• Mencegah perdarahan atau kontrol perdarahan.
• Mengurangi pemeriksaan Lab yang tidak perlu.
• Memberikan obat penambah darah.
• Makan cukup
(J) Kejang
Penyebab : Hipertensi berat, emboli udara, Disequlibrium yang berat
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diturunkan.
• Berikan oksigen.
• Berikan obat penenang bila tekanan darah memungkinkan.
• Pertahankan jalan napas.
• Bila muntah kepala dimiringkan.
• Perhatikan atau kontrol anggota gerak dimana shunt dan fistula terpasang. Kalau perlu HD distop sementara.
(k) Emboli Udara
Tanda dan gejala :
• Pasien dengan Posisi duduk
a. Pasien biasanya berteriak dan memegang telinga karena suara udara yang masuk dengan cepat ke otak.
b. Kejang.
c. Sesak, muka merah atau biru.
d. Twiching otot.
e. Tidak sadar ( kadang – kadang)
f. Udara atau outlet (venous Line) masuk kepasien sebagai venous line kosong atau penuh busa.
• Pasien dengan posisi terlentang :
o Pernpasan dalam, batuk, sianosis
o Pernapasan tertahan.
o Kadang – kadang tidak sadar.
o Nadi lemah.
o Mur – mur jantung
o CO menurun
Penatalaksanaan :
o Posisi trendelenberg
o Berbaring kesisi kiri badan
o QB dan TMP diturunkan.
o Berikan Oksigen.
o Pertahankan jalan napas.


(l) Infeksi
Penyebab :
• Shunt dan fistula yang terkontaminasi
• Spesis (darah) karena shunt dan fistula yang terinfeksi atau dialiser dan AVBL, atau mesin yang terkontaminasi
Gejala dan tanda – tanda :
• Tempat yang terinfeksi bengkak,merah, panas, sakit.
• Suhu tinggi
Penatalaksanaan :
• Antibiotika
Pencegahan
• Bekerja dengan teknik aseptic dan anti septic .
(m) Hepatitis
Penyebab :
• Transfusi
• Kontak peorangan
• Peralatan yang terkontaminasi
Tanda dan gejala :
• HbSAg +
• Kadar SGOT/PT, billirubin tinggi (jangka lama).
• Hilang nafsu makan
• Lemas, makas, rasa sakit/ngilu pada tulang, persendian.
• Pelunakan/pembesaran pada perabaan hepar.
Penatalaksanaan :
Istirahat dan gizi yang baik SERTA ISOLASI
Pencegahan :
• Teknik bekerja yang bai oleh seluruh staf
• Sikap/kebiasaan yang baik dari seluruh staf
• Darah yang akan di tranfusikan harus di cek lebih dahulu apakah HbsAg
• Peralatan yang bersih

Readmore..

Kamis, 06 Januari 2011

LAPORAN PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)

| Kamis, 06 Januari 2011 | 0 comments

LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperawatan KLIEN dengan
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
Pre Acut / Post Acut Care

DEFINISI
Gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.

ETIOLOGI
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.

FAKTOR RESIKO
1. Trauma langsung pada paru
• Pneumoni virus,bakteri,fungal
• Contusio paru
• Aspirasi cairan lambung
• Inhalasi asap berlebih
• Inhalasi toksin
• Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
• Sepsis
• Shock
• DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
• Pankreatitis
• Uremia
• Overdosis Obat
• Idiophatic (tidak diketahui)
• Bedah Cardiobaypass yang lama
• Transfusi darah yang banyak
• PIH (Pregnand Induced Hipertension)
• Peningkatan TIK
• Terapi radiasi


MANIFESTASI KLINIK
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan



PENATA LAKSANAAN MEDIS
Tujuan Terapi :
• Support pernapasan
• Mengobati penyebab jika mungkin
• Mencegah komplikasi.

TERAPI :
• Intubasi untuk pemasangan ETT
• Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
• Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator
• Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
 Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
 Antibiotik untuk mengatasi infeksi
 Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru.

DATA DASAR PENGKAJIAN
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada tahapan mana diagnosis dibuat.

AKTIVITAS & ISTIRAHAT
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan
Insomnia
SIRKULASI
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
Heart rate : takikardi biasa terjadi
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
INTEGRITAS EGO
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.

MAKANAN/CAIRAN
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan
Hilang/melemahnya bowel sounds

NEUROSENSORI
Suby./Oby. : Gejala truma kepala
Kelambanan mental, disfungsi motorik
RESPIRASI
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse
Kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi.
Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial
Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi.
Sputum encer, berbusa
Pallor atau cyanosis
Penurunan kesadaran, confusion
RASA AMAN
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah, episode anaplastik
SEKSUALITAS
Suby./Oby. : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

KEBUTUHAN BELAJAR
Subyektif : Riwayat ingesti obat/overdosis
Discharge Plan : Ketergantungan sebagai efek dari kerusakan pulmonal, mungkin membutuhkan asisten saat bepergian, shopping, self-care.
STUDY DIAGNOSTIK
- Chest X-Ray
- ABGs/Analisa gas darah
- Pulmonary Function Test
- Shunt Measurement (Qs/Qt)
- Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)
- Lactic Acid Level
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi respirasi optimal dan oksigenasi
2. Meminimalkan/mencegah komplikasi
3. Mempertahankan nutrisi adekuat untuk penyembuhan/membantu fungsi pernafasan
4. Memberikan support emosi kepada pasien dan keluarga
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognose, dan kebutuhan pengobatan

TUJUAN KEPERAWATAN
1. Bernafas spontan dengan tidal volume adekuat
2. Suara nafas bersih/membaik
3. Bebas sari terjadinya komplikasi
4. Memandang secara realistis terhadap situasi
5. Proses penyakit, prognosis dan therapi dapat dimengerti
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran cairan kompartemental
4. Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan curah jantung,edema,hipotensi.
6. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,pening katan sekresi,penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
7. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
8. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.
Intervensi dan Rasional
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan :
Independen
- Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas
- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
- Catat karakteristik dari suara nafas
Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas
- Catat karakteristik dari batuk
Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi
Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru
- Peningkatan oral intake jika memungkinkan
Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
- Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
- Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi
Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan
- Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Tindakan :
Independen
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing
Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
- Kaji adanya cyanosis
Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
- Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
- Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai
- Berikan pencegahan IPPB
Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
- Review X-ray dada
Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
- Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant
Untuk mencegah ARDS
3. Resiko tinggi defisit volume cairan
Faktor resiko : penggunaan deuritik, keluaran cairan kompartemental
Tujuan :
pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
Tindakan :
Independen
- Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)
Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi menurun.
- Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran mukosa dan karakter sputum
Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral. Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, sekret kental.
- Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”
Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.
- Timbang berat badan setiap hari
Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body water
Kolaboratif
- Berikan cairan IV dengan observasi ketat
Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang dapat merusak fungsi respirasi
- Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi
Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat berkurang sebagai efek therapi deuritik.

4. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
Tujuan :
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
- Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai berkurang
- Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya.
Tindakan
Independen:
- Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi.
Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.
- Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi. Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu waktu istirahat.
Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan energi yang digunakan.
- Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.
Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.
- Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan
Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami
- Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.
Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang teridentifikasi dan terekspresi.
- Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus ditanggulanginya.
Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa segalanya akan menjadi lebih baik.
- Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.
Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan dapat mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahuinya. Penentraman hati yang palsu tidak menolong sebab tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari permasalahan itu.
- Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa cemas.
Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem pengontrolan terhadap kecemasannya
Kolaboratif
- Memberikan sedative sesuai indikasi dan monitor efek yang merugikan.
Mungkin dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol kecemasan dan meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga efek samping seperti depresi pernafasan mungkin batas atau kontraindikasi penggunaan.
5. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.
Tujuan :
- Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan terafi
- Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian medis
- Memformulasikan rencana untuk follow –up
Tindakan :
Independen
- Berikan pembelajaran dari apa yang dibutuhkan pasien. Berikan informasi dengan jelas dan dimengerti. Kaji potensial untuk kerjasama dengan cara pengobatan di rumah. Meliputi hal yang dianjurkan.
Penyembuhan dari gagal nafas mungkin memerlukan perhatian, konsentrasi dan energi untuk menerima informasi baru. Ini meliputi tentang proses penyakit yang akan menjadi berat atau yang sedang mengalami penyembuhan.
- Sediakan informasi masalah penyebab dari penyakit yang sedang dialami pasien.
ARDS adalah sebuah komplikasi dari penyakit lain, bukan merupakan diagnosa primer. Pasien sering bingung oleh perkembangan itu, dalam k esehatan sistem respirasi sebelumnya.
- Instruksikan tindakan pencegahan, jika dibutuhkan. Diskusikan cara menghindari overexertion dan perlunya mempertahankan pola istirahat yang periodik. Hindari lingkungan yang dingin dan orang-orang terinfeksi.
Pencegahan perlu dilakukan selama tahap penyembuhan. Hindari faktor yang disebabkan oleh lingkungan seperti merokok. Reaksi alergi atau infeksi yang mungkin terjadi untuk mencegah komplikasi berikutnya.
- Sediakan informasi baik secara verbal atau tulisan mengenai pengobatan misalnya: tujuan, efek samping, cara pemberian , dosis dan kapan diberikan
Merupakan instruksi bagi pasien untuk keamanan pengobatan dan cara-cara pengobatan dapat diikutinya.
- Kaji kembali konseling tentang nutrisi ; kebutuhan makanan tinggi kalori
Pasien dengan masalah respirasi yang berat biasanya kehilangan berat-badan dan anoreksia sehingga kebutuhan nutrisi meningkat untuk penyembuhan.
- Bimbing dalam melakukan aktivitas.
Pasien harus menghindari kelelahan dan menyelingi waktu istirahat dengan aktivitas dengan tujuan meningkatkan stamina dan cegah hal yang membutuhkan oksigen yang banyak
- Demonstrasikan teknik adaptasi pernafasan dan cara untuk menghemat energi selama aktivitas.
Kondisi yang lemah mungkin membuat kesulitan untuk pasien mengatur aktivitas yang sederhana.
- Diskusikan follow-up care misalnya kunjungan dokter, test fungsi sistem pernafasan dan tanda/gejala yang membutuhkan evaluasi/intervensi.
Alasan mengerti dan butuh untuk follow up care sebaik dengan apa yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam hal medis dan mungkin mempertinggi kerjasama dengan medis.
- Kaji rencana untuk mengunjungi pasien seperti kunjungan perawat
Mendukung selama periode penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC. Jakarta.

Readmore..

Rabu, 05 Januari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MULTIPEL FRAKTUR

| Rabu, 05 Januari 2011 | 0 comments

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MULTIPEL FRAKTUR

I. Pengertian.
Adalah terputuisnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berubah trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantuing pada jenis trauma,kekuatan, dan arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

IV. Klasifikasi patah tulang.
Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidanya hubungan antara patahan tulang denga dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke tulang yang patah.
Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.
Patang tulang juga dapat dibagi menurut garis fraktrunya misanya fisura, patah tulang sederhana, patah tulang kominutif ( pengecilan, patah tulang segmental,patah tulang impaksi ), patah tulang kompresi, impresi dan patah tulang patologis.
Derajat patah tulang terbuka terbagi atas 3 macam yaitu :
1. laserasi < 2 cm bentuknya sederhana, dislokasi,fragmen, minimal. 2. Laserasi > 2 cm kontusi otot diserkitarnya bentuknya dislokasi, fragmen jelas
3. Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya bentuknya kominutif, segmental,fragmen tulang ada yang hilang
Jenis patah tulang dapat digolongkan menjadi :
1. Visura ( Diafisis metatarsal
2. Serong sederhana ( Diaphisis metacarpal )
3. Lintang sederhana ( diafisis tibia )
4. Kominutif ( Diafisis femur )
5. Segmental ( Diafisis tibia )
6. Dahan hijau ( diafisis radius pada anak )
7. Kompresi ( Korpus vertebral th. XII )
8. Impaksi ( epifisis radius distal,kolum femur lateral )
9. Impresi ( tulang tengkorak )
10. Patologis ( Tomur diafisi humerus,kurpus vertebral)


V. Komplikasi patah tulang .
Komplikasi patah tulang meliputi :
1. Komplikasi segera
Lokal :
• Kulit( abrasi l;acerasi, penetrasi)
• Pembuluh darah ( robek )
• Sistem saraf ( Sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik)
• Otot
• Organ dalam ( jantung,paru,hepar, limpha(pada Fr.kosta),kandung kemih (Fr.Pelvics)
Umum :
• Ruda paksa multiple
• Syok ( hemoragik, neurogenik )
2. Komplikas Dini :
Lokal :
• Nekrosis kulit, gangren, sindroma kopartemen,trombosis vena, infeksi sendi,osteomelisis )
Umum :
• ARDS,emboli paru, tetanus.
3. Kompliasi lama
Lokal :
• Sendi (ankilosis fibrosa, ankilosis osal )
• Tulang ( gagal taut/lama dan salah taut,distropi reflek,osteoporosisi paskah trauma,ggn pertumbuhan,osteomelisis,patah tulang ulang)
• Otot atau tendon ( penulangan otot, ruptur tendon )
• Saraf ( kelumpuhan saraf lambat
Umum :
• Batu ginjal ( akibat mobilisasi lama ditempat tidur)


VI. Penatalaksanaan patah tulang.
Penatalaksanaan patah tulang mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya yang meliputi :
a. Jangan ciderai pasien( Primum Non Nocere).
b. Pengobatan yang tepat berdasarkanb diagnosis dan prognosisnya
c. Sesuai denga hokum alam
d. Sesuai dengan kepribadian individu
Khusus untuk patah tulang meliputi :
4. Reposisi
5. Imobilisasi
6. Mobilisasi berupa latihan seluruh system tubuh.



VII. Asuhan keperawatan.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Riwayat perjalanan penyakit.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya.
3. Pertolongan pertama yang dilakukan

4. Pemeriksaan fisik :
 Identifikasi fraktur
 Inspeksi
 Palpasi (bengkak, krepitasi, nadi, dingin)
 Observasi spasme otot.

5. Pemeriksaan diagnostik :
 Laboratorium (HCt, Hb, Leukosit, LED)
 RÖ
 CT-Scan

6. Obat-obatan : golongan antibiotika gram (+) dan gram (-)
 Penyakit yang dapat memperberat dan mempermudah terjadinya fraktur :
a. Osteomyelitis acut
b. Osteomyelitis kronik
c. Osteomalacia
d. Osteoporosis
e. Gout
f. Rhematoid arthritis
PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
DATA SUBYEKTIF
 Data biografi
 Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan sensasi.

 Cara PQRST :
o Provikatif (penyebab)
o Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
o Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
o Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
o Timing (kapan mulainya)

 Pengkajian pada sistem lain
o Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu.
o Riwayat dirawat di RS
o Riwayat keluarga, diet.
o Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan
o Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah klien ganti baju, membuka kran dll.

DATA OBYEKTIF
 Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
 Bandingakan dengan sisi lainnya.
 Pengukuran kekuatan otot (0-5)
 Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
 Kyposis, scoliosis, lordosis.

PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. X-ray dan radiography
2. Arthrogram (mendiagnosa trauma pada kapsul di persendian atau ligamen). Anestesi lokal sebelum dimasukkan cairan kontras/udara ke daerah yang akan diperiksa.
3. Lamnograph (untuk mengetahui lokasi yang mengalami destruksi atau mengevaluasi bone graf).
4. Scanograph (mengetahui panjang dari tulang panjang, sering dilakukan pada anak-anak sebelum operasi epifisis).
5. Bone scanning (cairan radioisotop dimasukkan melalui vena, sering dilakukan pada tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur).
6. MRI
7. Arthroscopy (tindakan peneropongan di daerah sendi)
8. Arthrocentesis (metode pengambilan cairan sinovial)

MASALAH-MASALAH YANG UMUM TERJADI
1. Gangguan dalam melakukan ambulasi.
• Berdampak luas pada aspek psikososial klien.
• Klien membutuhkan imobilisasi → menyebabkan spasme otot dan kekakuan sendi
• Perlu dilakukan ROM untuk menguragi komplikasi :
- Kaki (fleksi, inverse, eversi, rotasi)
- Pinggul (abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi)
- Lutut (ekstensi)
- Jari-jari kaki (ektensi, fleksi)

2. Nyeri; tindakan keperawatan :
• Merubah posisi pasien
• Kompres hangat, dingin
• Pemijatan
• Menguragi penekanan dan support social

• Apabila nyeri di sendi, perlu dikaji :
- Kejadian sebelum terjadinya nyeri
- Derajat nyeri pada saat nyeri pertama timbul
- Penyebaran nyeri
- Lamanya nyeri
- Intensitas nyeri, apakah menyertai pergerakan
- Sumber nyeri
- Hal-hal yang dapat mengurangi nyeri.

3. Spasme otot
• Spasme otot (kram/kontraksi otot involunter)
• Spasme otot dapat disebabkan iskemi jaringan dan hipoksia.

• Tindakan keperawatan :
a. Rubah posisi
b. Letakkan guling kecil di bawah pergelangan kaki dan lutut
c. Berikan ruangan yang cukup hangat
d. Hindari pemberian obat sedasi berat → dapat menurunkan aktivitas pergerakan selama tidur
e. Beri latihan aktif dan pasif sesuai program

INTERVENSI
1. Istirahat
• Istirahat adalah intervensi utama
• Membantu proses penyembuhan dan meminimalkan inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
• Pemasangan bidai/gips.

1. Kompres hangat
• Rendam air hangat/kantung karet hangat
• Diikuti dengan latihan pergerakan/pemijatan

• Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah :
o Perlunakan jaringan fibrosa
o Membuat relaks otot dan tubuh
o Menurunkan atau menghilangkan nyeri
o Meningkatkan suplai darah/melancarkan aliran darah.

2. Kompres dingin
• Metoda tidak langsung seperti cold pack
• Dampak fisiologis adalah vasokonstriksi dan penerunan metabolic
• Membantu mengontrol perdarahan dan pembengkakan karena trauma
• Nyeri dapat berkurang, dapat menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot
• Harus hati-hati, dapat menyebabkan jaringan kulit nekrosis
• Tidak sampai > 30 menit.

Readmore..

Minggu, 02 Januari 2011

laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan cidera otak sedang COS

| Minggu, 02 Januari 2011 | 0 comments

PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
 Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
 Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
 Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
 Cedera kulit.
 Cedera jaringan tulang.
 Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
 Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
 TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).


Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan

Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

Tipe /macam Trauma kepala antara lain :
1. Trauma kepala terbuka.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
 Merobek duramater -----LCS merembes.
 Saraf otak
 Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
 Battle sign.
 Hemotympanum.
 Periorbital echymosis.
 Rhinorrhoe.
 Orthorrhoe.
 Brill hematom.
2. Trauma kepala tertutup
a) Komosio
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b) Kontosio.
 Ada memar otak.
 Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
 Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.
c) Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.


d) Hematom subdural.
 Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
 Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
 Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
 Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.
 Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
e) Hematom intrakranial.
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.

Pengaruh Trauma Kepala :
 Sistem pernapasan
 Sistem kardiovaskuler.
 Sistem Metabolisme.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
 Chyne stokes.
 Hiperventilasi.
 Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
 Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
 Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
 Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :
 Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
 Dalam keadaan stress fisiologis.
 Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
 Pada keadaan lain :
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien. 3. Pemeriksaan Fisik Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII. 4. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala : Obat-obatan :  Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.  Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.  Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.  Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.  Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.  Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.  Pembedahan. 5. Pemeriksaan Penujang • CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. • MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. • Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. • Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis • X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang. • BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil • PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak • CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. • ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial • Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial • Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. Penatalaksanaan Konservatif: • Bedrest total • Pemberian obat-obatan • Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran) Prioritas Perawatan: 1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak 2. Mencegah komplikasi 3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal 4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga 5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi. Tujuan: 1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap 2. Komplikasi tidak terjadi 3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain 4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan 5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah: 1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak. 2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum. 3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak 4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma) 5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer. INTERVENSI Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak. Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator. Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal. Rencana tindakan : • Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik. • Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume. • Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas. • Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi. • Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat. • Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum. Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi Kriteria Evaluasi : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada. Rencana tindakan : 1. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube. 2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum. 3. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia. 4. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial. Rencana tindakan : 1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran. Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik. Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak. Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata. 2) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit. Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan. 3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan. Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 4) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan. Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial. 5) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang. Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania. 6) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien. Dapat menurunkan hipoksia otak. 7) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi). Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma ) Tujuan : Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat. Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat. Rencana Tindakan : 1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien. Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun. 2) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri. Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan. 3) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu. 4) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih. Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan. 5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan. Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien. Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang Kriteri evaluasi : Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat. Rencana tindakan : 1. Bina hubungan saling percaya. Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga. Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan. 2. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien. Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan. 3. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien. Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga. 4. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga. Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer. Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi Rencana tindakan : 1. Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit. 2. Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan. 3. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol. 4. Ganti posisi pasien setiap 2 jam 5. Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit. 6. Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali. 7. Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang. 8. Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam. 9. Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.

Readmore..

Sabtu, 01 Januari 2011

ASKEP Kwashiorkor

| Sabtu, 01 Januari 2011 | 0 comments

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Asupan makanan harus selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan juga tidak berlebihan sehingga menyebabkan obesitas. Juga, karena makanan yang berbeda mengandung proporsi protein, karbohidrat, dan lemak yang berbeda-beda, maka keseimbangan yang wajar juga harus dipertahankan di antara semua jenis makanan ini sehingga semua segmen sistem metabolisme tubuh dapat dipasok dengan bahan yang dibutuhkan.
Melaksanakan pemberian makan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak bertujuan untuk memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan; memelihara kesehatan dan memulihkannya bila sakit, melaksanakan berbagai jenis aktifitas, pertumbuhan jasmani serta psikomotor, mendidik kebiasaanBAB I
yang baik tentang memakan, menyukai dan menentukan makanan yang diperlukan.
Kasus gizi buruk saat ini menjadi masalah yang menjadi perhatian di Indonesia. Gizi kurang dan gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena dapat menimbulkan the lost generation. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat dipengaruhi keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Akibat gizi buruk dan gizi kurang bagi seseorang akan mempengaruhi kualitas kehidupannya kelak.
Angka gizi buruk sampai sekarang masih cukup mengkhawatirkan, sehingga Departemen Kesehatan membuat rencana aksi nasional dalam pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk.
2. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Mengetahui zat gizi yang dibutuhkan pada tumbuh kembang anak normal
2. Mengetahui pemberian asupan makanan yang seimbang untuk anak
3. Mengetahui kelainan yang timbul bila terjadi kekurangan satu atau lebih zat gizi
4. Melakukan penatalaksanaan sesuai kasus yang terjadi

I KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994)
Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah,

B. ANATOMI FISILOGI



Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Rektum & Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.

C. ETIOLOGI
Kwashiorkor
a) Diare yang kronik
b) Malabsorbsi protien
c) Sindrom nefrotik
d) Infeksi menahun
e) Luka bakar
f) Penyakit hati.

D. PATOFISIOLOGI
Kwashiorkor.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.

E. GEJALA KLINIS
Kwashiorkor
a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b) Pertumbuhan terlambat
c) Udema
d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek.
f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati.
h) Anak mudah terjangkit infeksi
i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai berikut:
1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor.
2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.

II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.

2. Keluhan utama
 Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.
 Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus dll.

3. Riwayat kesehatan;
a. Riwayat penyakit sekarang
a) Kapan keluhan mulai dirasakan
b) Kejadian sudah berapa lama.
c) Apakah ada penurunan BB
d) Bagaimanan nafsu makan psien
e) Bagaimana pola makannya
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.

b. Pola penyakit dahulu
a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga
a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein.

d. Riwayat penyakit sosial
a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e. Riwayat spiritual
a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

B. PENGKAJIAN FISIK.
1. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien meliputi :
b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan.
d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak siannosis, perut membuncit.
2. Palpasi
Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Data laboratorium;
- feses, urine, darah lengkap
- pemeriksaan albumin.
- Hitung leukosit, trombosit
- Hitung glukosa darah.

III DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
3.Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh

C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
A. Pada Kwashiorkor
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.

Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah ½ kg per 3 hari.

Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional:
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.

Rasional :
a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.


3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh
Tujuan :
a. Mencegah komplikasi

Intervensi :
a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b. Menjaga personal hygiene pasien
c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional :
a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.

Rasional :
a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien.
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Anak menderita defisiensi protein dan kalori/marasmic kwashiorkor
2. Perlu pengawasan khusus untuk mengembalikan anak ke kondisi normal
3. Perlu keseimbangan gizi untuk tumbuh kembang anak
4. Perlu dilakukan edukasi pada keluarga penderita agar memperhatikan gizi
5. Perlu diberikan penyuluhan untuk mengurangi kasus serupa

Readmore..

ASKEP POLIOMELITIS

| | 0 comments

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Poliomielitis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan biasanya menyerang anak-anak dengan gejala lumpuh layuh akut (AFP=Acute Flaccid Paralysis).
Program eradikasi polio global telah dicanangkan oleh WHO dengan target dunia bebas polio tahun 2008, sedangkan Indonesia bebas polio ditargetkan pada tahun 2005. Saat ini Indonesia sebenarnya sudah dapat dikatakan bebas polio karena sejak tahun 1996 tidak diketemukan lagi virus polio liar dari kasus kasus AFP yang diambil spesimen fesesnya. Akan tetapi mengingat kinerja surveilans AFP yang jelek pada tahun 2000
dan 2001 (AFP rate <1/10.000) (1)dan cakupan imunisasi polio yang juga rendah (<80%) di beberapa daerah seperti Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua, WHO menyatakan bahwa Indonesia harus melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN)BAB 1
yang ke IV. Oleh karena itu Indonesia melaksanakan PIN IV pada bulan September dan Oktober 2002 (2). PIN dimaksudkan untuk meningkatkan status antibodi anak balita sehingga dapat memutus sirkulasi virus polio liar di masyarakat. Dengan status antibodi anak yang tinggi maka herd immunity akan tinggi sehingga sirkulasi virus polio liar akan terhenti. Masalahnya adalah apakah dengan PIN IV dengan dua kali pemberian dosis
vaksin polio sudah cukup untuk meningkatkan status antibodi anak pada taraf yang baik? Banyak faktor yang dapat menghambat pembentukan antibodi anak antara lain : potensi
vaksin, cold-chain, lingkungan tempat tinggal anak dan respon imun anak sendiri; oleh karena itu perlu diteliti apakah dengan PIN IV status antibodi anak sudah cukup tinggi untuk menghambat sirkulasi virus polio liar.
Hasil penelitian serologi balita pasca PIN II pada tahun 1998 menunjukkan hasil yang baik yaitu 99% anak mempunyai antibodi terhadap ketiga tipe virus polio. Penelitian tersebut dilakukan di kota Jayapura Papua dan Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah dan cakupan PIN II 100%. Cakupan nasional PIN I,II dan III >95 %.(3)
Penelitian ini dilaksanakan di daerah yang belum pernah melakukan penelitian serologis dan jauh dijangkau yaitu di Makassar dengan cakupan imunisasi 80 %. Dengan dipilihnya daerah tersebut diharapkan dapat diketahui status antibodi anak menurut lingkungan hidup anak, pengaruh transportasi terhadap cold-chain dan potensi
vaksin. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi data serologis, di samping data surveilans AFP dan cakupan imunisasi, untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan PIN V.
2. TUJUAN
Menilai hasil program eradikasi polio dari segi status kekebalan anak terhadap virus polio untuk menentukan perlu tidaknya PIN dilaksanakan lagi untuk mencapai bebas polio.

3. MANFAAT
1.Mengetahui status antibodi anak balita terhadap virus polio
2.Mengetahui proporsi anak yang mempunyai antibodi
menurut lingkungan tempat tinggal anak dan golongan
umurnya

BAB II
TINJAUAN TEORI
1. KONSEP DASAR TEORI
a. DEFINISI
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).

Klasifikasi virus
Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia: Picornaviridae
Genus: Enterovirus
Spesies: Poliovirus

b.anatomi fisiologi

Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom (viseral). Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto. 2005, Guyton. 1997)
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih besar daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar. Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential). (Snell. 2007)
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar 5msec. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel.


c. ETIOLOGI
Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu :
1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari

d. GEJALA KLINIS
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
1. Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
2. Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hamper sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
3. Poliomielitis paralitik : Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
• Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
• Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
• Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
• Kadang ensepalitik. Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.

E. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior,
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,
3. Sereblum terutama inti-inti virmis,
4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra,
5. Talamus dan hipotalamus,
6. Palidum dan
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.


F. Penatalaksanaan Medis

1. Poliomielitis aboratif
• Diberikan analgetk dan sedative
• Diet adekuat
• Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti.

2. Poliomielitis non paralitik
• Sama seperti aborif
• Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit,setiap 2 – 4 jam.

3. Poliomielitis paralitik
• Perawatan dirumah sakit
• Istirahat total
• Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
• Fisioterafi
• Akupuntur
• Interferon

Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi.Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
Fase akut :
Analgetik untuk rasa nyeri otot.Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai..Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan tergaggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi.
Sesudah fase akut :
Kontraktur.atropi,dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.


2. KONSEP DASAR ASKEP
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
2. pemeriksaan fisik
a. Nyeri kepala
b. Paralisis
c. Refleks tendon berkurang
d. Kaku kuduk
e. Brudzinky

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah
2. Hipertermi b/d proses infeksi
3. resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.

C. Intervensi

Dx 1 :
1.1. Pantau pola makan anak
R/Mengetahui intake dan output anak
1.2. Berikan makanan secara adekuat
R/Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang
1.3. Timbang berat badan
R/Mengetahui perkembangan anak
1.4. Berikan makanan kesukaan anak
R/Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak
1.5. Berikan makanan tapi sering
R/Mempermudah proses pencernaan

Dx 2 :
2.1. Pantau suhu tubuh
R/Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih
2.2. jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres
R/Dapat menyebabkan efek neurotoksi
2.3. hindari mengigil
2.4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit
R/Dapat membantu mengurangi demam


Dx 3 :
3.1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
R/Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi.
3.2. Auskultasi bunyi nafas
R/Mengetahui adanya bunyi tambahan
3.3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler
R/Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
3.4. Berikan tambahan oksigen
R/Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru

Dx 4 :
4.1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri
R/Theknik-theknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi
4.2. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri.
R/Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan
4.3. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama nyeri
Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan
4.4. Berikan analgesic sesuai indikasi.

Dx 5 :
5.1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak
R/Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi.
5.2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada)
R/Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak
5.3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif seperti
pemasukan makanan yang tidak adekuat.
R/Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
5.4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman
R/Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.

Dx 6 :
6.1 Pantau tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas(mis.renda,sedang,
parah).
R/Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari.
6.2 Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa
yang dipercaya.
R/Pasien mugkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya.
6.3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga.
R/Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat
dibatasi setelah periode yang diperpanjang.
6.4. Hidari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti “ semua akan berjalan
lancar”.
R/Harapan –harapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman atau
kejujuran.

d. IMPLEMENTASI
1.Memantau pola makan anak untuk mengetahui intake dan output anak
2.Memberikan makanan secara adekuat Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang
3.Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.
4.Menimbang berat badan mengetahui perkembangan anak
5.Memberikan makanan kesukaan anak menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak
6.Memberikan makanan tapi sering mempermudah proses pencernaan

e.EVALUASI
Masalah dikatakan teratasi apabila kebutuhan nutrisi dari kebutuhan dapat terpenuhi dengan baik/terkontrol.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN
1) Status antibodi anak setelah PIN IV sudah cukup tinggi (92%) meskipun masih lebih rendah dari status antibodi anak setelah PIN II.
2) Tidak ada perbedaan antara status antibodi anak yang tinggal di perkotaan dan pedesaan di Makasar.
3) Makin tua umur anak, antibodinya terhadap ketiga tipe virus polio makin rendah, dan pada golongan umur 0-1 tahun prosentase anak yang mempunyai antibodi antara
100%.

Readmore..
 

alexa rank

© Copyright 2010. http://difkanurse.blogspot.com . All rights reserved | http://difkanurse.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com